Your Ad Here

Friday, June 19, 2009

Panduan Penerapan Penilaian Indonesia 8 (PPPI 8) | Pendekatan Biaya Untuk Pelaporan Keuangan

Standar ini hendaknya dibaca dalam konteks sesuai dengan pernyataan yang tercantum dalam Pendahuluan maupun dalam Konsep dan Prinsip Umum Penilaian

1.0 Pendahuluan

1.1 Tujuan dari PPPI ini adalah untuk membantu pengguna dan pembuat Laporan Penilaian dalam menginterpretasikan arti dan penerapan metode Biaya Pengganti Terdepresiasi (Depreciated Replacement Cost-DRC ) untuk tujuan pelaporan keuangan atau tujuan lainnya yang relevan.

1.2 Biaya Pengganti Terdepresiasi (DRC) merupakan metode penerapan dari Pendekatan Biaya berdasarkan prinsip substitusi.

2.0 Ruang Lingkup

2.1 PPPI ini memberikan latar belakang penggunaan Biaya Pengganti Terdepresiasi (DRC) dalam hubungannya dengan PPI 1 - Penilaian untuk Pelaporan Keuangan.

2.2 Metode Biaya Pengganti Terdepresiasi (DRC) juga dibahas pada PPPI 1 – Penilaian Real Properti, PPPI 3 - Penilaian Mesin & Peralatan, PPPI 5 – Penilaian Personal Properti, PPPI 7 – Penilaian Agri dan PPI 3 - Penilaian Aset Sektor Publik.

3.0 Definisi

3.1 Biaya Pengganti Terdepresiasi (DRC) merupakan metode penerapan dari Pendekatan Biaya, yang digunakan untuk menentukan nilai dari properti khusus untuk tujuan pelaporan keuangan atau tujuan lainnya yang relevan, dimana data pasar yang tersedia terbatas.

3.2 Properti Khusus. Properti yang jarang terjadi kalaupun pernah/ada dijual di pasar, kecuali sebagai penjualan usaha atau sebagai bagian dari entitas. Keunikan muncul dari sifat dan desain khusus, konfigurasi, ukuran, lokasi atau kombinasinya.

3.3 Pengembangan. Bangunan, struktur atau modifikasi terhadap tanah yang bersifat permanen, melibatkan biaya tenaga kerja dan modal, dan yang diharapkan mampu meningkatkan...(download click disini)

Labels: , ,

Panduan Penerapan Penilaian Indonesia 7 (PPPI 7) | Penilaian Properti Agri

Standar ini hendaknya dibaca dalam konteks sesuai dengan pernyataan yang tercantum dalam Pendahuluan maupun dalam Konsep dan Prinsip Umum Penilaian

1.0 Pendahuluan

1.1 Salah satu sektor yang terkait pengembangan atas tanah adalah sektor Pertanian (Agri). Sektor ini pada umumnya menghasilkan beberapa komoditi pertanian yang merupakan aset bagi suatu entitas dan secara bersamaan mendukung sistem perekonomian Negara.

1.2 Tanah yang dikhususkan untuk penggunaan lahan pertanian menjadi objek jasa penilaian untuk berbagai alasan termasuk pengalihan hak kepemilikan individu dan publik, kepentingan perpajakan, kepentingan agunan pembiayaan, kepentingan laporan keuangan dan kepentingan lainnya. Penilaian yang handal atas lahan (bidang tanah) menjadi penting dalam meyakinkan kepentingan permodalan yang diperlukan untuk mendukung kelangsungan ekonomi, mempromosikan produktifitas penggunaan tanah, menjaga kepercayaan dari pasar modal (capital market) dan untuk memenuhi kebutuhan pelaporan keuangan secara umum.

1.3 Penyediaan jasa penilaian yang handal dan akurat untuk jasa Penilaian Agri (Properti Pertanian) membutuhkan Penilai yang memiliki pengetahuan dan pemahaman terhadap elemen fisik dan ekonomi yang mempengaruhi produktifitas lahan pertanian dan nilai komoditi produksi yang dihasilkannya.

1.4 Karakteristik fisik dan ekonomi lahan pertanian berbeda dengan lahan/tanah non pertanian atau lingkungan pemukiman dalam tingkat kepentingannya.

1.4.1 Tanah di lingkungan pemukiman harus sesuai untuk pengembangan di atasnya. Dalam Properti Agri, tanah merupakan elemen pokok dalam menghasilkan produksi, memiliki keragaman kapasitas dalam mendukung sejumlah komoditi tertentu atau jenis komoditi.

1.4.2 Dalam lingkungan pemukiman, penggunaan ekonomi atas Properti dan atau fasilitas yang diberikan mungkin tidak berobah dari periode ke periode dan mungkin diikat melalui pengaturan perjanjian atau pemberian hak yang tak terbatas. Sementara itu untuk Properti Agri, (Download click disini)


Labels: , ,

Panduan Penerapan Penilaian Indonesia 6 (PPPI 6) | Penilaian Usaha

1.0 Pendahuluan

1.1 Panduan Penerapan Penilaian Indonesia (PPPI) ini diterapkan agar penilaian bisnis dilaksanakan oleh para penilai dengan lebih konsisten dan lebih bermutu sehingga bermanfaat bagi pengguna jasa penilaian.

1.2 Penilaian bisnis biasanya dilakukan menggunakan Nilai Pasar sebagai dasar penilaian dengan menerapkan SPI 1. Sedangkan untuk penerapan Dasar Penilaian selain Nilai Pasar harus diberikan penjelasan yang memadai sesuai dengan SPI 2.

1.3 Secara umum, penilaian bisnis menerapkan konsep, proses dan metode yang biasa digunakan untuk penilaian-penilaian lainnya. Beberapa istilah mungkin bisa memiliki arti atau penggunaan yang berbeda dan perlu penjelasan apabila digunakan. Beberapa definisi penting yang digunakan dalam penilaian bisnis dikemukakan dalam panduan ini.

1.4 Penilai dan pengguna jasa penilaian hendaknya berhati-hati dalam membedakan antara nilai suatu entitas usaha, nilai sebuah aset yang dimiliki oleh suatu entitas, dan berbagai kemungkinan penerapan bisnis atau pertimbangan untuk bisnis yang sedang berjalan yang diperhitungkan dalam penilaian hak atas real properti. Sebagai contoh adalah penilaian properti yang memiliki potensi perdagangan/usaha. (Lihat Tipe-tipe properti, para. 4.3.2).

2.0 Ruang Lingkup

2.1 Panduan ini dimaksudkan untuk membantu dalam rangka penyusunan maupun penggunaan penilaian bisnis..

2.2 Sebagai tambahan terhadap hal-hal yang umum terdapat pada panduan lainnya dalam SPI, panduan ini memuat pembahasan yang lebih luas mengenai proses penilaian bisnis. Termasuk berbagai hal yang biasanya terkait dalam penilaian bisnis. dan dasar perbandingan dengan jenis-jenis penilaian lainnya, namun pembahasan ini tidak dianggap sebagai mandat atau... (Download click disini)


Labels: , ,

Panduan Penerapan Penilaian Indonesia 5 (PPPI 5) | Penilaian Personal Properti

Standar ini hendaknya dibaca dalam konteks sesuai dengan pernyataan yang tercantum dalam Pendahuluan maupun dalam Konsep dan Prinsip Umum Penilaian

1.0 Pendahuluan

1.1 Tujuan PPPI 5 ini adalah untuk meningkatkan kualitas dan konsistensi dari penilaian Personal Properti demi kepentingan pengguna jasa penilaian Personal Properti.

1.2 Penilaian Personal Properti pada umumnya diperoleh dan dilakukan dengan Nilai Pasar Sebagai Dasar Penilaian, dengan menerapkan SPI 1. Apabila digunakan Dasar Penilaian Selain Nilai Pasar, diterapkan SPI 2, dengan pengungkapan dan penjelasan yang sesuai.

1.3 Dalam beberapa terminologi tertentu mungkin mempunyai definisi yang berbeda, dan metode yang dipergunakan dapat berbeda, namun dalam hal teori, konsep, dan proses yang diterapkan dalam penilaian Personal Properti pada dasarnya sama dengan jenis penilaian yang lain. Bila terminologi yang mempunyai arti berbeda digunakan, maka perbedaan tersebut harus diiungkapkan. Dalam PPPI 5 ini ada definisi penting yang digunakan dalam Penilaian Personal Properti.

1.4 Para Penilai dan Pengguna Jasa penilaian harus memiliki kepedulian untuk dapat mengenali komponen pasar yang sesuai dengan Nilai Pasar Personal Properti. Salah satu contoh dari perbedaan diatas adalah Nilai Pasar dari suatu properti yang dijual pada suatu lelang bebeda dengan properti yang dijual atau diperoleh secara individual dimana harga yang dinegosiasikan tidak diungkapkan di depan umum. Contoh lain adalah Nilai Pasar Personal Properti yang dijual secara grosir berbeda dengan Nilai Pasar dari properti yang sama tetapi dijual secara eceran.

2.0 Ruang Lingkup

2.1 PPPI 5 ini disusun untuk membantu dalam memahami atau menggunakan suatu proses penilaian Personal Properti.

2.2 Sebagai pelengkap dari Penerapan Penilaian Indonesia (PPI) dan Panduan Penerapan Penilaian Indonesia (PPPI) yang lain, (download click disini)

Labels: , ,

Panduan Penerapan Penilaian Indonesia 4 (PPPI 4) | Penilaian Aset Tak Berwujud

Standar ini hendaknya dibaca dalam konteks sesuai dengan yang tercantum dalam Pendahuluan ataupun dalam Konsep dan Prinsip Umum Penilaian

1.0 Pendahuluan

1.1 PPPI ini diadopsi agar penilaian aset tak berwujud dilaksanakan oleh para penilai dengan lebih konsisten dan lebih berkualitas sehingga bermanfaat bagi pengguna jasa penilaian.

1.2 Penilaian aset tak berwujud biasanya menggunakan Nilai Pasar sebagai dasar penilaian dengan menerapkan SPI 1. Sedangkan untuk penerapan Dasar Penilaian selain Nilai Pasar harus diberikan penjelasan yang memadai sesuai dengan SPI 2.

1.3 Secara umum, untuk penilaian aset tak berwujud menerapkan konsep, proses dan metode yang biasa digunakan untuk penilaian-penilaian lainnya. Beberapa istilah mungkin bisa memiliki arti atau penggunaan yang berbeda dan perlu penjelasan apabila digunakan. Beberapa definisi penting yang digunakan dalam penilaian aset tak berwujud dikemukakan dalam panduan ini.

1.4 Penilai dan pengguna jasa penilaian hendaknya berhati-hati dalam membedakan antara nilai aset tak berwujud secara individual dan yang dapat diidentifikasi dengan pertimbangan-pertimbangan untuk bisnis yang sedang berjalan, termasuk memperhitungkan hak atas real properti dalam penilaiannya. Sebagai contoh adalah penilaian properti yang memiliki potensi perdagangan/ bisnis atau dikenal sebagai Properti dengan Bisnis Khusus (lihat PPPI 15).

2.0 Ruang Lingkup

2.1 Panduan ini dimaksudkan untuk membantu dalam rangka penyusunan maupun penggunaan penilaian aset tak berwujud.(download click disini)

Labels:

Panduan Penerapan Penilaian Indonesia 3 (PPPI 3) | Penilaian Mesin & Peralatan

Standar ini hendaknya dibaca dalam konteks sesuai dengan pernyataan yang tercantum dalam Pendahuluan maupun dalam Konsep dan Prinsip Umum Penilaian

1.0 Pendahuluan

1.1 Mesin dan Peralatan secara umum dikategorikan sebagai aset properti berwujud. Persyaratan Penilaian Untuk Pelaporan Keuangan tercakup didalam PPI 1. Panduan Penerapan ini merupakan tambahan informasi untuk membantu aplikasi dari Standar Penilaian Indonesia untuk aset yang berupa Mesin dan Peralatan.

1.2 Aset berupa Mesin dan Peralatan memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan real properti secara umum, dengan demikian pendekatan penilaian yang diterapkan serta pelaporannya pun berbeda. Mesin dan Peralatan pada umumnya dapat dipindahkan atau direlokasi dan umumnya mengalami penyusutan yang lebih besar dibandingkan dengan penyusutan pada real properti. Mesin dan Peralatan yang sama dapat memiliki nilai yang berbeda, tergantung apakah Mesin dan Peralatan tersebut dinilai sebagai bagian dari satu kesatuan unit operasi atau dinilai sebagai suatu unit individual untuk dipertukarkan, di-tempat (in-situ) atau dipindahkan (ex-situ).

2.0 Ruang Lingkup

2.1 Panduan Penerapan ini berfokus pada aplikasi dari pendekatan, prinsip dan dasar- dasar penilaian yang tercantum didalam Standar untuk penilaian Mesin dan Peralatan. Beberapa Panduan Penerapan berikut ini juga terkait dengan penilaian Mesin dan Peralatan :
PPPI 4, Penilaian Aset Tak Berwujud
PPPI 5, Penilaian Personal Properti
PPPI 6, Penilaian Bisnis
PPPI 8, Pendekatan Biaya Untuk Pelaporan Keuangan - (DRC) (Download click disini)

Labels:

Panduan Penerapan Penilaian Indonesia 2 (PPPI 2) | Penilaian Hak Sewa

Standar ini hendaknya dibaca dalam konteks sesuai dengan yang tercantum dalam Pendahuluan ataupun dalam Konsep dan Prinsip Umum Penilaian

1.0 Pendahuluan

1.1 Konsep & Prinsip Umum Penilaian (KPUP) membedakan antara real estat yaitu benda berwujud yang bersifat fisik (lihat KPUP 3.0), dan real properti yang berkaitan dengan hak, kepentingan dan manfaat yang berkaitan dengan kepemilikan real estat. Hak sewa adalah bagian dari real properti, yang berasal dari hubungan kontraktual antara pihak pemilik properti dengan pihak penyewa, yaitu pihak yang menerima hak non-permanen untuk menggunakan properti sewa dengan membayar sewa atau pertimbangan ekonomis bernilai lainnya.

1.2 Untuk menghindari kesalahpahaman dan salah penafsiran, Penilai dan pengguna jasa penilaian seharusnya memahami perbedaan penting antara aspek fisik dan legal yang terkait dalam mempertimbangkan nilai hak sewa.

1.3 Jenis kepemilikan ini, seperti bentuk kepemilikan lainnya, adalah lazim terdapat pada seluruh jenis aset properti yang dinilai. Suatu real estat dapat terdiri atas satu hak atau lebih atas properti, dimana setiap hak itu akan memiliki Nilai Pasar apabila memiliki kemampuan untuk dipertukarkan secara bebas.

1.4 Dalam kondisi apapun adalah tidak layak untuk menilai berbagai hak atas properti yang terdapat di dalam sebuah real estat secara terpisah dan menjumlahkan nilainya sebagai indikasi dari nilai total real estat. Kontrak sewa menciptakan jenis kepemilikan yang berbeda dengan hak milik.

1.5 Standar Akuntansi Internasional dan PSAK memiliki persyaratan akuntansi khusus untuk properti baik dimiliki berdasarkan sewa atau obyek untuk disewakan.

1.6 Hubungan antara berbagai kepentingan legal di properti yang sama dapat bersifat kompleks dan dapat menjadi lebih membingungkan dengan berbagai terminologi yang digunakan untuk menjelaskan berbagai kepentingan. PPPI ini akan membahas dan mengklarifikasikan masalah tersebut. Diagram pada halaman berikut akan mengilustrasikan hubungan antara hak sewa.

Labels:

Panduan Penerapan Penilaian Indonesia 1 (PPPI 1) | Penilaian Real Properti

Standar ini hendaknya dibaca dalam konteks sesuai dengan yang tercantum dalam Pendahuluan ataupun dalam Konsep dan Prinsip Umum Penilaian

1.0 Pendahuluan

1.1 Konsep & Prinsip Umum Penilaian menjelaskan berbagai istilah dan konsep yang bersifat fundamental dalam penilaian. Tujuan PPPI adalah untuk memberikan pemahaman lebih mendalam mengenai hal-hal yang bersifat fundamental tersebut khususnya untuk real properti.

1.2 Real Properti membentuk bagian yang substansial dari kekayaan. Apabila pasar properti akan diwujudkan berdasarkan penilaian yang dapat diandalkan, dibutuhkan standar yang disepakati secara umum dimana Nilai Pasar dan dasar penilaian lainnya ditentukan dan dilaporkan oleh Penilai. Pemahaman yang benar dan penerapan yang tepat dari standar ini akan secara langsung mendorong kelayakan transaksi real properti di pasar lokal dan internasional, meningkatkan posisi relatif investasi real properti di antara alternatif investasi lainnya, dan memperkecil potensi penyalahgunaan.

1.3 Istilah properti dari sisi legal dapat didefinisikan sebagai kepemilikan dan bukan wujud fisik dari tanah, bangunan dan aktiva personal berwujud lainnya. Dalam konteks ini, SPI mengidentifikasikan secara umum empat jenis properti:
1.3.1 Real Properti
1.3.2 Personal Properti
1.3.3 Perusahaan/Badan Usaha
1.3.4 Hak Kepemilikan Finansial

1.4 Sebagaimana halnya jenis properti lainnya, terdapat metode yang diterima secara umum dalam penilaian real properti. Adalah penting bagi Penilai dan pengguna jasa penilaian bahwa metode yang sesuai dipahami secara utuh, diterapkan dengan kompeten dan dijelaskan dengan memuaskan. Dengan memenuhi hal tersebut, Penilai berkontribusi terhadap kebenaran dan kehandalan estimasi Nilai Pasar, dan sekaligus pasar dimana Penilai berpraktek.

1.5 Peningkatan pemahaman dan menghindari...(Download click disini)

Labels:

Penerapan Penilaian Indonesia 3 (PPI 3) | Penilaian Aset Sektor Publik untuk Pelaporan Keuangan

Standar ini hendaknya dibaca dalam konteks sesuai dengan yang tercantum dalam Pendahuluan ataupun dalam Konsep dan Prinsip Umum Penilaian

1.0 Pendahuluan

1.1 Aset sektor publik merupakan aset yang dimiliki dan atau dikuasai oleh pemerintah atau entitas kuasi pemerintah dengan tujuan untuk menyediakan barang atau jasa untuk masyarakat umum. Prinsip yang berlaku untuk penilaian aset sektor publik dapat dipersamakan dengan penilaian aset lainnya.

1.2 Penilaian aset sektor publik dapat dilakukan untuk berbagai keperluan termasuk pelaporan keuangan, perencanaan privatisasi, pengajuan pinjaman, pengeluaran obligasi dan analisis ekonomi atau biaya manfaat (cost benefit ) yang dilakukan pemerintah atau entitas kuasi pemerintah baik untuk menentukan apakah aset sektor publik digunakan dan dikelola secara efisien atau dapat menentukan harga untuk kepentingan hak monopoli pemerintah.

1.3 Federasi Internasional Akuntan Sektor Publik/International Public Sector Accounting Standards Board (IPSASB) menetapkan standar akuntansi untuk entitas sektor publik atau yang dikenal sebagai International Public Sector Accounting Standards (IPSAS). IPSAS yang diaplikasikan dengan basis akuntansi akrual, mengacu pada International Financial Reporting Standards (IFRS), yang dikeluarkan oleh International Accounting Standards Board (IASB). IPSAS meliputi hal-hal yang berkaitan dengan pelaporan keuangan sektor publik, yang tidak diatur oleh IFRS. Di Indonesia standar akuntansi untuk entitas sektor publik telah diatur didalam Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) namun belum seluruhnya mengacu kepada IPSAS.

1.4 PPI 1 secara umum mengatur penerapan penilaian berkaitan prinsip akuntansi dalam konteks IFRSs. Karena pengaturan dalam IPSASs dan IFRSs bersifat sejalan, PPI ini mengulang kembali beberapa isi dari PPI 1 selain itu juga mengatur kebutuhan spesifik untuk penilaian aset sektor publik dan perlakuannya dalam pelaporan keuangan. (Download click disini)

Labels:

Penerapan Penilaian Indonesia 2 (PPI2) Penilaian untuk Tujuan Penjaminan Utang

Pembahasan:
1. Perlu dicheck istilah hipotek, hak tanggungan, surat utang
2. Apakah Sertifikat Penilaian di samping Laporan Penilaian dapat digunakan? Mungkin
diperlukan pengaturan mengenai isi Sertifikat Penilaian yang diatur di dalam SPI 3 Pelaporan Penilaian

1.0 Pendahuluan

1.1 Tujuan PPI ini adalah memberikan pedoman bagi penilai dalam mempersiapkan penilaian untuk tujuan penjaminan utang. PPI ini menyediakan kerangka kerja dalam melaksanakan penugasan penilaian untuk pihak pemberi pinjaman seperti lembaga keuangan bank, lembaga keuangan nonbank dan lainnya yang memberikan pembiayaan dengan jaminan aset tetap tertentu yang berbeda dengan kredit pembiayaan umum (tanpa agunan) bagi perorangan atau perusahaan. (Comment : Yang menjadi ruang lingkup standar hanyalah pinjaman dengan jaminan aset tetap)

1.2 Banyak pengaturan pembiayaan yang dijamin dengan aset tertentu. Jaminan yang diambil untuk pinjaman, hak tanggungan, dan surat utang (debenture), atau sumber pembiayaan lainnya dapat didefinisikan secara lebih luas. Pada beberapa kasus, yang menjadi obyek jaminan adalah suatu perusahaan (nilai bersihnya) tanpa dikaitkan dengan jaminan aset tetap tertentu. Penilai biasanya menggunakan dasar penilaian Nilai Pasar dalam melakukan penilaian aset tertentu untuk tujuan jaminan pembiayaan, selain itu Penilai bisa juga menggunakan Nilai Bisnis yang Berjalan, Nilai
Likuidasi, atau dasar penilaian lainnya tergantung hukum, keadaan, dan persyaratan pihak yang memerlukan jaminan, tetapi umumnya pihak pemberi pinjaman berpedoman pada Nilai Pasar.

1.3 Penilai secara konsisten menerapkan prinsip-prinsip penilaian di dalam lingkup standar ini,melaksanakan evaluasi secara obyektif yang relevan dengan kebutuhan dan dipahami dengan jelas oleh pengguna penilaian.

2.0 Ruang Lingkup

2.1 PPI ini digunakan pada semua keadaan dimana Penilai diminta untuk memberikan advis atau laporan kepada pihak pemberi pinjaman ketika tujuan penilaian berkaitan dengan pinjaman, hak tanggungan, dan surat utang (debenture).

3.0 Definisi
3.1 Nilai Pasar didefinisikan sebagai estimasi (Download click disini)

Labels:

Penerapan Penilaian Indonesia 1 (PPI 1) Penilaian untuk Pelaporan Keuangan

Standar ini hendaknya dibaca dalam konteks disusunnya standar dan pedoman pelaksanaan penilaian, yang tercantum dalam Pendahuluan ataupun dalam Konsep dan Prinsip Umum Penilaian

1.0 Pendahuluan

1.1 PPI ini disusun berdasarkan adanya kecenderungan baru dalam dunia akuntansi dengan diterapkannya akuntansi nilai wajar (fair value accounting) yang membutuhkan penilaian untuk pelaporan keuangan. Dikarenakan hasil penilaian akan digunakan untuk laporan keuangan, maka penilaian yang dilakukan tidak dapat dilepaskan dari standar dan prinsip akuntansi yang berlaku.

1.2 Tujuan PPI 1 ini adalah untuk menjelaskan prinsip-prinsip yang digunakan dalam penilaian untuk tujuan pelaporan keuangan dan hal-hal lain yang berhubungan dengan kepentingan usaha. Penilai yang mendapat tugas penilaian dengan tujuan tersebut di atas penting memahami konsep dan prinsip umum akuntansi. (Download Click disini)

Labels:

Standar Penilaian Indonesia 3 ( SPI 3 ) Pelaporan Penilaian

1.0 Pendahuluan

1.1 Aspek terpenting dari suatu Laporan Penilaian yang merupakan tahap akhir dalam proses penilaian adalah terletak pada pengkomunikasian kesimpulan penilaian, penegasan tujuan penilaian, dasar penilaian, dan asumsi atau kondisi dan syarat pembatas yang mendasari penilaian. Proses analisis dan data empiris yang digunakan untuk mendapatkan kesimpulan nilai dapat dicantumkan dalam laporan penilaian untuk membimbing pembaca melalui prosedur dan data yang digunakan penilai dalam melaksanakan penilaian.

1.2 Laporan Penilaian menghasilkan kesimpulan nilai dengan mencantumkan nama Penilai dan tanggal penilaian. Laporan penilaian mengidentifikasikan properti dan hak properti yang dinilai, dasar penilaian, dan tujuan penilaian. Laporan penilaian mengungkapkan semua asumsi serta kondisi dan syarat pembatas yang dipergunakan dalam penilaian, menetapkan tanggal penilaian dan pelaporan, menjelaskan hasil inspeksi lapangan, merujuk pada penerapan SPI dan pengungkapan yang diperlukan, serta mencantumkan tanda tangan penilai.

1.3 Dikarenakan peran kunci laporan penilaian dalam pengkomunikasian kesimpulan penilaian terhadap para penggunanya dan pihak ketiga, maka standar ini menetapkan beberapa maksud dan tujuan yang bersifat prinsip sebagai berikut:

1.3.1 Membahas persyaratan pelaporan yang konsisten dengan praktek profesional terbaik

1.3.2 Mengidentifikasikan elemen-elemen penting untuk dicantumkan dalam laporan penilaian.

2.0 Ruang Lingkup

2.1 Persyaratan pelaporan yang diatur di dalam standar ini berlaku untuk semua jenis laporan penilaian. (Download click disini)

Labels:

Standar Penilaian Indonesia 2 ( SPI 2 ) Dasar Penilaian Selain Nilai Pasar

Standar ini hendaknya dibaca dalam konteks disusunnya standar dan pedoman pelaksanaan penilaian, yang tercantum dalam Pendahuluan maupun dalam Konsep dan Prinsip Umum Penilaian

1.0 Pendahuluan

1.1 Tujuan dari SPI 2 ini adalah, pertama, mengidentifikasi dan menjelaskan dasar-dasar penilaian selain dari Nilai Pasar, serta menetapkan acuan bagi penerapannya, dan kedua, membedakannya dengan Nilai Pasar.

1.2 Meskipun sebagian besar penilaian, terutama penilaian properti yang mengacu kepada PPI 1, melibatkan Nilai Pasar, terdapat keadaan-keadaan yang membutuhkan dasar penilaian selain Nilai Pasar. Adalah penting baik bagi Penilai maupun para pengguna penilaian untuk memahami secara jelas perbedaan antara penilaian yang berdasarkan Nilai Pasar dan selain Nilai Pasar, serta dampak (jika ada) yang diakibatkan oleh perbedaan konsep-konsep tersebut terhadap penerapannya dalam penilaian.

1.3 Untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman dan atau kerancuan di antara Penilai dan pengguna penilaian sehubungan dengan penggunaan dan penerapan dasar penilaian selain Nilai Pasar, Penilai yang bertanggung jawab untuk menerapkan SPI ini, harus memastikan bahwa dasar-dasar yang tepat telah dipilih dengan menggunakan semua cara yang wajar untuk meningkatkan pemahaman para pengguna penilaian, dan menghindari keadaan yang dapat menyesatkan masyarakat, serta menyatakan estimasi yang didukung di dalam laporan secara obyektif.

2.0 Ruang Lingkup

2.1 SPI ini mengemukakan dan menjelaskan dasar penilaian selain Nilai Pasar untuk penilaian properti. (download click disini)

Labels:

Standar Penilaian Indonesia 1 ( SPI 1 ) Nilai Pasar Sebagai Dasar Penilaian

Standar ini hendaknya dibaca dalam konteks disusunnya standar dan pedoman pelaksanaan penilaian, yang tercantum dalam Pendahuluan maupun dalam Konsep dan Prinsip Umum Penilaian

1.0 Pendahuluan

1.1 Tujuan dari SPI 1 ini adalah untuk memberikan definisi umum mengenai Nilai Pasar. SPI 1 juga menjelaskan kriteria umum yang berhubungan dengan definisi dan penerapan Nilai Pasar dalam penilaian properti, yang maksud dan tujuannya memerlukan estimasi Nilai Pasar.

1.2 Nilai Pasar adalah representasi nilai tukar atau sejumlah uang yang dapat diperoleh, atas suatu properti jika properti tersebut ditawarkan untuk dijual di pasar (terbuka) pada tanggal penilaian dan dalam kondisi yang sesuai dengan persyaratan definisi Nilai Pasar. Untuk mengestimasi Nilai Pasar, seorang Penilai harus terlebih dahulu menentukan penggunaan yang tertinggi dan terbaik (HBU), lihat Konsep dan Prinsip Umum Penilaian Butir 6.4, 6.5 dan 6.6. HBU tersebut dapat berupa kelanjutan dari penggunaan properti yang ada atau alternatif penggunaan lain. Penentuan penggunaan yang tertinggi dan terbaik ini ditentukan berdasarkan data pasar.

1.3 Nilai Pasar diestimasi melalui penerapan pendekatan dan prosedur penilaian sesuai dengan karakteristik properti, situasi dan kondisi paling memungkinkan dimana properti tersebut diperjualbelikan di pasar. (lihat KPUP butir 5.0 dan Jenis Properti).

1.4 Semua pendekatan, teknik dan prosedur dalam mengukur Nilai Pasar, jika dapat diterapkan dan penerapannya dilakukan secara tepat dan benar, akan menghasilkan Nilai Pasar apabila didasarkan pada kriteria yang berdasarkan pasar. Perbandingan Data Pasar atau perbandingan pasar lainnya, hendaknya dikembangkan dari pengamatan pasar. Pendekatan Pendapatan, termasuk analisis Arus Kas Terdiskonto (DCF) harus didasarkan pada arus kas dan tingkat pengembalian berdasarkan (download click disini)

Labels:

SPI 2007 | Pengantar untuk Standar Penilaian Indonesia 1, 2, dan 3

Pengembangan dan Pengkomunikasian Penilaian

Penilaian suatu aset dikembangkan dengan dasar nilai pasar atau selain nilai pasar. Inti dari semua penilaian adalah tentang konsep pasar, harga, biaya dan nilai. Konsep-konsep tersebut relevan dengan penilaian yang didasarkan pada kriteria nilai pasar dan selain nilai pasar. Pekerjaan yang sama pentingnya bagi para penilai adalah tentang pengkomunikasian secara jelas suatu hasil penilaian dan pemahaman bagaimana cara memperoleh hasil penilaian tersebut. Laporan penilaian yang dipersiapkan dengan baik akan memenuhi fungsi-fungsi pengembangan dan pengkomunikasian tersebut. Oleh karenanya Standar Penilaian Indonesia (SPI) hendaknya membahas ketiga aspek fundamental penilaian yaitu: SPI 1 tentang Nilai Pasar sebagai Dasar Penilaian; SPI 2 tentang Dasar Penilaian selain Nilai Pasar; SPI 3 tentang Pelaporan Penilaian.

Dasar Nilai Pasar dan Selain Nilai Pasar

1.0 Pendahuluan Pada tingkat yang sangat fundamental, nilai diciptakan dan didukung oleh hubungan antar 4 (empat) faktor yang dikaitkan dengan berbagai produk, jasa ataupun komoditas, yaitu kegunaan (utility), kelangkaan (scarcity), minat (desire), dan daya beli (purchasing power).

1.1 Cara kerja prinsip ekonomi penawaran dan permintaan merefleksikan interaksi yang sangat komplek dari keempat faktor tersebut. Penawaran suatu barang atau jasa dipengaruhi oleh kegunaan dan kemampuannya untuk menarik minat konsumen. Persediaan barang atau jasa dibatasi oleh kelangkaannya dan kesesuaian barang atau jasa tersebut terhadap daya beli konsumen. Permintaan terhadap barang atau jasa diciptakan oleh kegunaannya, dipengaruhi oleh kelangkaan dan kemampuannya untuk menarik minat, serta dibatasi oleh daya beli konsumen.

1.2 Kegunaan dan kelangkaan (keterbatasan persediaan) barang atau jasa yang diproduksi pada umumnya dipertimbangkan sebagai faktor-faktor yang terkait dengan penawaran (supply-related factors). Sedangkan preferensi dan daya beli konsumen, yang mencerminkan minat konsumen terhadap suatu barang atau jasa pada umumnya dipertimbangkan sebagai faktor-faktor yang terkait dengan permintaan (demand-related factors).(Download click disini)

Labels:

SPI 2007 | Kode Etik Penilaian Indonesia

1.0 Pendahuluan

Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI) merupakan landasan yang paling mendasar dalam pengoperasian Standar Penilai Indonesia (SPI) agar seluruh hasil pekerjaan penilaian dapat memenuhi persyaratan yang ditetapkan dengan cara yang jujur dan kompeten secara profesional, bebas dari kecurigaan adanya kepentingan pribadi, untuk menghasilkan laporan yang jelas, tidak menyesatkan dan mengungkapkan semua hal yang penting untuk pemahaman penilaian secara tepat.

2.0 Ruang Lingkup

2.1 Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI) mengatur agar penilai dalam menjalankan tugasnya, selalu mematuhi Etika dan Kompetensi, agar hasil pekerjaan penilaian dapat dipertanggungjawabkan kepada pemberi tugas, masyarakat, profesi dan asosiasi penilai.

2.2 KEPI ini bersifat mengikat dan wajib untuk diterapkan oleh seluruh Penilai tetapi tidak memiliki kewenangan formal dalam hokum, dan tidak lain dimaksudkan sebagai pelengkap dasar aturan-aturan dari asosiasi atau organisasi yang mengawasi dan mengatur kegiatan-kegiatan para Penilai.

2.3 Penilaian yang dilakukan berdasarkan SPI hanya akan dapat dilaksanakan oleh penilai yang secara profesional terlatih dan menjadi anggota suatu organisasi profesi yang diakui, menerapkan standar-standar kualifikasi, kompetensi, pengalaman, etika dan pengungkapan dalam penilaian.(Download click disini)

Labels:

SPI 2007 | Jenis Properti

1.0 Pendahuluan

Real properti mewakili jumlah yang besar dari kekayaan di dunia, dan penilaiannya merupakan hal yang fundamental dalam kelangsungan pasar properti dan keuangan secara nasional dan global. Real properti perlu dibedakan dari jenis properti lainnya yaitu personal properti, perusahaan/badan usaha (business) dan Hak Kepemilikan Finansial (financial interests). Tanpa adanya kualifikasi atau identifikasi lebih lanjut, kata properti dapat merujuk kepada seluruh atau salah satu dari kategori aset ini. Karena para penilai seringkali menghadapi tugas yang melibatkan jenis properti tertentu selain dari real properti atau yang nilainya mencakup beberapa jenis properti, maka pemahaman mengenai setiap jenis properti untuk membedakan karakteristiknya menjadi sangat penting. Walaupun jenis properti menjadi empat kategori terpisah sudah lama dikenal, namun dengan berkembang pesatnya jenis entitas dan instrumen baru dalam dekade terakhir ini, maka standar ini telah memberikan kerangka acuan untuk mengakomodir kelas properti yang baru tersebut serta jenis properti khusus telah menjadi semakin banyak diterapkan dan terintegrasi dalam praktek penilaian.

2.0 Real Properti

2.1 Real properti adalah (Download click disini...)

Labels:

Thursday, June 18, 2009

SPI 2007 | Konsep & Prinsip Umum Penilaian (KPUP)

1.0 Pendahuluan

1.1 SPI adalah pedoman dasar pelaksanaan tugas penilaian secara profesional yang sangat penting artinya bagi para penilai untuk memberikan hasil yang dapat berupa analisis, pendapat dan dalam situasi tertentu memberikan saran-saran dengan menyajikannya dalam bentuk laporan penilaian sehingga tidak terjadi salah tafsir bagi para pengguna jasa dan masyarakat pada umumnya.

1.2 SPI merujuk kepada Standar Penilaian Internasional (International Valuation Standard) edisi ke 7 tahun 2005 untuk memberi pedoman mengenai hal-hal yang bersifat fundamental antara lain tentang pendekatan, metode dan teknik penilaian yang berlaku secara internasional. Namun demikian, untuk beberapa situasi tertentu, yang antara lain ditimbulkan oleh hukum, perundang-undangan dan peraturan lainnya yang berlaku di Indonesia maupun kondisi ekonomi setempat, dapat digunakan penerapan yang bersifat khusus.

1.3 SPI didasarkan pada hal-hal yang diatur di dalam KPUP ini dan memberikan gambaran mengenai hal-hal yang bersifat fundamental, sehingga KPUP berperan penting untuk memahami profesi penilai dan penerapan SPI.(Download Click Disini...)

Labels:

SPI 2007 / Kata Pengantar

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga harapan Penilai Indonesia untuk menyempurnakan Standar Penilaian Indonesia (SPI) yang bertaraf internasional dapat terwujud. SPI ini mengacu kepada International Valuation Standards (IVS) yang dikeluarkan oleh International Valuation Standards Committee (IVSC) tahun 2005 dan standar-standar lainnya di dunia, serta mengembangkannya sesuai dengan kebutuhan dan kondisi di Indonesia. SPI ini merupakan penyempurnaan dari Standar Penilaian Indonesia yang terdahulu (SPI 2002), yang selanjutnya disebut sebagai SPI 2007. SPI ini memiliki peran penting bagi pelaku penilaian (para Penilai), pengguna jasa, dan lembaga-lembaga Pemerintah maupun lembaga terkait lainnya. Bagi para Penilai, SPI ini akan menjadi panduan dalam menjalankan praktik penilaian, sedangkan bagi pengguna jasa, dapat menjadi acuan dalam pemanfaatan hasil penilaian. Sementara bagi Pemerintah maupun lembaga terkait lainnya, SPI ini dapat menjadi perangkat kontrol dalam pelaksanaan penilaian di Indonesia. SPI memiliki platform yang diperluas untuk penilaian aset serta penilaian bisnis yang memberikan pedoman penilaian untuk jenis properti badan usaha dan Hak Kepemilikan Finansial (HKF). Standar ini diterbitkan dalam 2 tahap, yaitu SPI 2007 tahap I yang ditetapkan pada tanggal 26 Juni 2007 dengan masa transisi sampai berlakunya secara efektif pada tanggal 1 Desember 2007. Sedangkan hal-hal yang belum diatur di dalamnya, masih mengacu kepada bagian dari SPI 2002 sampai dengan ditetapkannya seluruh standar secara lengkap, sepanjang tidak bertentangan dengan SPI 2007 tahap I. SPI 2007 Tahap I terdiri dari : ...(Download, click disini)

Labels:

Sunday, June 14, 2009

Beli Rumah Untuk Investasi

Pertanyaan :(Dari : pak dani (nurulhaqramdani@gmail.com)
salam, saya ada rencana beli rumah untuk investasi. boleh minta panduannya, apa saja yang harus saya pertimbangkan, terimakasih

Jawab:
Salam juga Pak dani, dalam memilih rumah untuk investasi, perlu kita ketahui lebih dulu kriteria rumah yang diharapkan. Tentunya pertimbangan suasana yang nyaman dan aman bila ditinggali. Kriteria rumah tentu akan berbeda dengan gedung komersial yang mengharapkan suasana yang ramai, pinggir jalan utama dsb. Sayangnya, bapak tidak menjelaskan bahwa rumah yang akan dipih apakah peruntukan rumah saja atau berharap rumah tersebut kemungkinan menjadi tempat usaha. Disini saya akan menyajikan variabel yang menjadi pertimbangan dalam memilih rumah sebagai tempat tinggal (bukan rumah dengan fungsi prospek kedepan rumah dan usaha) adalah. :

- Lokasi
Faktor lokasi menjadi faktor utama dalam berinvestasi. Faktor lokasi dapat terdiri dari faktor Lingkungan, Akses, fasilitas pendukung lingkungan,dsb. Pastikan rumah mempunyai lingkungan yang nyaman, tenang dan aman. Kemudahan akses dari pusat kota atau fasilitas pendukung sangat penting; seperti kemudahan berbelanja, sekolah, transportasi, dsb.

- Zoning
Penting sekali untuk menanyakan peruntukan lahan kepada pidak dinas terkait (dapat ke tata kota setempat). Apakah lahan yang anda beli sudah sesuai dengan peruntukan? Perumahan/komersial? Berapa Koefisien Dasar Bangunan-Koefisien Lantai Bangunan?.

- Legalitas
Tanyakan kepada pihak penjual, apakah rumah tersebut dilengkapi dengan sertifikat yang jelas?, Hak milik atau Hak Guna bangunan? Adakah IMB nya? Bersengketa atau tidak?. Sebaiknya cek ulang informasi ke kantor kelurahan setempat.

- Fisik
Faktor yang berpengaruh diantaranya :
a. fisik (tentunya beli rumah, tanah sudah matang; akan tetapi bila bekas tanah sawah, perlu diwaspadai karena pemadatan yang tidak sempurna akan berpengaruh pada ketahanan bangunan. Dapat berakibat dinidng retak-2).
b. Luas, apakah bapak berharap suatu saat rumah tersebut akan dikembangkan? Kalo jawabannya “iya”. Tentu yang dipilih adalah rumah yang mempunyai lahan yang luas meski bangunan kecil, daripada bangunan yang luas, dengan lahan terbatas.
c. Bentuk, bentuk rumah akan dipengaruhi bentuk lahan. 1. Rumah dengan posisi memanjang ke dalam, akan lebih nyaman dan banyak disukai jika dibandingkan dengan rumah yang lebar depan lebih besar. 2. posisi hoek akan sangat baik karena mempunyai alternatif atas muka bangunan. 3. Jangan memilih bangunan yang “tusuk sate” meski harga jauh lebih murah.

- Bangunan
Cermati bangunan yang sudah berdiri didaerah tersebut, perhatikah kualitas material. Bila belum paham dengan material, coba tanya jawab dengan orang yang tinggal didaerah tersebut atau sangat perlu jika tanya ke pekerja bangunan yang sedang kerjakan bangunan (untuk perumahan yang underconstruction),

- Harga
Bandingkan harga rumah yang bapak pilih dengan rumah di perumahan sekelas lain. Pertimbangkan semua variabel diatas. Bisa juga bandingkan dengan harga rumah second, Baru tentukan pilihan apakah bapak berkeinginan membeli rumah baru atau second?.

Semoga pertimbangan di atas dapat memberikan masukan yang berarti. Selamat berinvestasi...

Labels:

Thursday, June 11, 2009

Soal Penilaian 5

Diketahui hasil riset Gedung Perkantoran pada suatu kawasan komersial seperti pada tabel di bawah ini :






Pertanyaannya :
a. Berapa tingkat Kapitalisasi rata-rata gedung perkantoran pada kawasan komersial tersebut.
b. Berapakah Nilai Gedung F yang lokasinya juga berada pada kawasan tersebut memiliki luas 5.600 m2, rate sewanya Rp. 100.000,-/m2/bulan, service charge Rp. 20.000.-/m2/bulan, biaya operasional sebesar penerimaan dari service charge. Gedung F ini baru beroperasi selama 1 tahun, dengan kondisi gedungnya sangat baik dan tingkat kekosongan selama satu tahun beroperasi sebesar 10 %.

Labels: ,

Galeri Penilaian 4

Soal Penilaian:
Dalam suatu penilaian rumah tinggal, diketahui bahwa GIM pada suatu lokasi adalah 20, nilai sewa rumah di daerah tersebut adalah Rp. 7.500.000,- per tahun, dengan harga jual Rp. 150.000.000,-, jika di daerah tersebut ada sebuah rumah dijual dengan harga Rp. 200.000.000,- maka rumah tsb dapat disewakan sebesar :
a. Rp. 15.000.000
b. Rp. 10.000.000
c. Rp. 12.500.000
d. Rp. 12.000.000

Jawab:
V = 200.000.000
GIM = 20

V = GI x GIM
GI = V : GIM
GI = 200.000.000 : 20 = 10.000.000



Labels:

Galeri Penilaian 3

Soal Penilaian:
Dalam penilaian tanah dan bangunan, diketahui nilai pasar tanah : nilai pasar bangunan = 2 : 3. Sedangkan tingkat kapitalisasi tanah ditetapkan adalah sebesar 10% dan tingkat kapitalisasi untuk bangunan adalah sebesar 16%, maka tingkat kapitalisasi untuk properti tersebut (tanah dan bangunan) adalah :
a. 13 %
b. 13,6 %
c. 26 %
d. 12,4 %


Jawab:
Overall cap. Rate = (rasio nilai tanah x cap rate tanah) + (rasio nilai bangunan x cap rate bangunan)
= (0.4 x 10%) + (0.6 x 16%)
= 13,6% (B)

Labels:

Galeri Penilaian 2

Soal Penilaian :
Penilaian untuk mengemukakan tentang nilai pasar atas sebidang tanah yang direncanakan untuk dibangun suatu perumahan yang mana site plan-nya telah disetujui oleh Pemda setempat, dengan rencana pengembangan sebagai berikut :
  • Jumlah kavling yang dapat dijual sebanyak 120 kavling
  • Perumahan ini akan dikembangkan selama 5 tahun
  • Rencana penjualan dimulai pada awal tahun ke-2, dengan program penjualan tahun ke-2 sebanyak 20 kavling, tahun ke-3 sebanyak 40 kavling, tahun ke-4 sebanyak 40 kavling, sisanya habis dijual pada tahun ke lima.
  • Diketahui harga jual kavling saat ini adalah sebesar Rp. 400.000.000,- dengan kenaikan harga jual sebesar 10% per tahun.
  • Rencana pengembangan tanah untuk menjadikan kavling siap bangun adalah : Tahun ke-1 sebanyak 40 kavling, Tahun ke-2 sebanyak 40 kavling dan tahun ke-3 sebanyak 40 kavling.
  • Diketahui biaya operasional adalah :
  • - Biaya Penjualan dan Overhead sebesar 10% dari penjualan
  • - PBB sebesar Rp. 400.000,- per kavling pada tahun pertama dengan kenaikan 5% setiap tahun
  • - Biaya untuk pengembangan diketahui sebagai berikut :
  • - Biaya perencanaan dan perijinan sebesar Rp. 500.000.000,- dikeluarkan pada tahun pertama
  • - Biaya pembersihan dan perataan tanah sebesar Rp. 400.000.000,- tahun pertama dan Rp. 200.000.000,- pada tahun kedua
  • - Biaya pembuatan jalan, saluran dll sebesar Rp. 4.000.000.000,- pada tahun pertama dan sebesar Rp. 2.000.000.000,- pada tahun ke-tiga
  • § Developer menargetkan keuntungan sebesar 14% dari pendapatan penjualan
  • § Discount rate diketahui sebesar 12%

Pertanyaannya : Hitung Nilai Pasar Tanah tersebut.

Jawaban

Penilaian :





Labels:

Galeri Penilaian 1

Soal Penilaian :
Sebuah bangunan apartemen dengan jumlah 60 unit apartemen disewakan Rp. 5.000.000,- per bulan per unit. Apartemen ini mempunyai potensi dikembangkan menjadi apartemen jual/kondominium. Setelah direnovasi, nilai pasar per unit apartemen adalah Rp. 600.000.000,-. Prediksi penilai akan terjual habis dalam waktu 3 tahun. Selama masa penjualan, developer tetap menyewakan apartemen yang belum terjual. Data – data lain yang diperoleh penilai sebagai berikut :

§ Setiap bulan rata – rata 3 apartemen tidak tersewa
§ Biaya operasi untuk apartemen sewa Rp. 25.000.000,- per tahun/unit untuk tahun pertama
§ Pajak Bumi dan Bangunan Rp. 1.000.000,- per unit/tahun, dianggap tetap
§ Biaya renovasi per unit sebelum dijual Rp. 40.000.000,- untuk tahun pertama
§ Harga jual kondominium dan harga sewa naik rata - rata 10% per tahun setelah tahun pertama § Biaya operasi dan biaya renovasi naik rata – rata 5% per tahun setelah tahun pertama Jadwal penjualan dan sewa :

Keterangan --------Tahun 1 -------Tahun 2 -----Tahun 3 -----Tahun 4
Persediaan (unit )---- 60------------ 60----------- 40------------ 20
Terjual (unit) ---------0------------- 20----------- 20------------ 20
Rata – rata disewakan 57-------------37----------- 17------------- 0

Hitung Nilai Pasar apartemen tersebut, bila tingkat balikan atau discount rate (internal rate of return) yang diharapkan developer adalah 20% !

Jawaban :



Labels:

Trend Ekonomi

Untuk mengidentifikasi dan memperkirakan trend ekonomi, perlu mempelajari:
Perubahan ekonomi yang terjadi
Arah perubahan tersebut
Besarnya perubahan
Pengaruh perubahan
Penyebab terjadinya perubahan


Trend ekonomi yang perlu diperhatikan:
Trend ekonomi internasional à dalam ekonomi global, kesejahteraan ekonomi suatu negara dapat secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi negara lain.
Trend ekonomi national dan regional à Keadaan ekonomi nasional merupakan hal yang mendasar bagi penilaian properti apapun. (Dana untuk dipinjamkan, pasar uang, tingkat suku bunga, permintaan pasar). Sejauh mana trend ini perlu diperhatikan bergantung pada jenis dan besarnya properti yang dinilai.
Pertimbangan-pertimbangan pasar lokal à Untuk dapat mengerti bagaimana trend ekonomi nasional bahkan internasional dapat mempengaruhi suatu properti, penilai perlu mempelajari bagaimana lingkungan setempat di mana properti berada meresponi trend ini. Ekonomi regional mempengaruhi kondisi pasar lokal, namun pasar lokal tidak selalu mempengaruhi pasar regional. Trend lokal lebih mempengaruhi nilai properti secara langsung.
Trend yang mempengaruhi tanah pedesaan à Penilai tanah pedesaan perlu mengerti hubungan ekonomi pedesaan lokal, dasar ekonomi regional (bersifat pertanian, pemindahan barang ke tempat lain, atau rekreasi), dan ekonomi nasional serta perubahan penggunaan tanah daerah kota dan pinggiran di pedesaan. (Dalam membandingkan properti, perhatikan sekelilingnya, misalnya di sekitar daerah pertanian, pertambangan, pengeboran, rekreasi, iklim)

Labels:

TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Dalam penilaian real estate, kualitas dan kuantitas data yang tersedia sama pentingnya dengan metode dan teknik yang digunakan untuk memproses data dan menyelesaikan tugas penilaian. Oleh karena itu, kemampuan untuk membedakan berbagai jenis data, menyelidiki sumber-sumber data yang dapat dipercaya, dan melakukan manajemen informasi merupakan hal yang penting dalam praktek penilaian.

Berurusan dengan data pasar, data properti, dan data transaksi yang dibutuhkan dalam proses penilaian meliputi tiga proses yang saling berhubungan:
Mengumpulkan data
Mengelola data
Menganalisa data

Penilai memerlukan keterampilan untuk melakukan penelitian dan mengambil keputusan untuk mengarahkan langkah awal dalam pengumpulan data, menganalisa dan mengelola informasi secara efisien.

Mendapatkan semua data yang penting tetap menjadi sebuah tantangan bagi penilai, bahkan dengan inovasi teknologi yang dapat memudahkan proses penilaian. Pengumpulan data dapat sama atau berbeda dari satu negara ke negara lain. Kebanyakan negara maju telah menyediakan records properti kepada penilai, namun masih banyak negara yang tidak menyediakannya, sehingga data penjualan hanya dapat dikumpulkan dari pelaku pasar yang sesungguhnya. Perlu disadari, bahwa standar penilai profesional dan program pemerintah dalam menentukan NJOP untuk keperluan Pajak Bumi dan Bangunan memerlukan tingkat pengumpulan data dan dokumentasi yang berbeda.

Sebelum memulai suatu proses pengumpulan data, penilai terlebih dahulu harus menentukan jenis data yang akan berguna dalam proses penilaian. Jenis data tersebut misalnya data umum, data khusus, dan data penawaran & permintaan (supply and demand).





Sebelum menganalisa data, penilai perlu mengolah semua data khusus yang telah dikumpulkan, antara lain adalah:
Kumpulan / tabel data pasar termasuk worksheet survei biaya dalam pendekatan biaya.
Format penyesuaian dalam pendekatan data pasar
Reconstructed operating statement (Data operasional yang sudah disusun kembali) dalam pendekatan kapitalisasi pendapatan

Ketiganya disusun secara seksama untuk dapat memberikan gambaran data pasar yang dikelompokkan menjadi data “yang dapat digunakan” dan “dapat diukur”. Jika informasi yang akan dianalisa cukup kompleks, maka penilai perlu mendesain beberapa tabel data pasar untuk memisahkan dan mempelajari data tertentu.

Setelah dikumpulkan dan dikelola, data dapat dianalisa untuk memecahkan masalah dalam penilaian. Namun perlu disadari bahwa sebenarnya masing-masing pendekatan merupakan suatu bentuk analisa yang bersandar pada data pasar untuk mendukung kesimpulan nilai yang dihasilkan. Keabsahan masing-masing kesimpulan nilai dari pendekatan yang dilakukan (dan yang paling penting adalah pendapat nilai pasar) sangat tergantung pada baik tidaknya data pasar yang dapat mendukung kesimpulan tersebut.

Analisa data harus mengaitkan data ekonomi dan keuangan pasar real estate secara umum dan pasar secara khusus di mana properti yang dinilai itu terletak. Contoh: jika data ekonomi menunjukkan tingkat lowongan kerja menurun, bagaimana hal itu dapat mempengaruhi pasar secara umum dan jenis properti yang dinilai, serta properti yang dinilai itu sendiri.

Labels:

Pasar real estate


Apakah Pasar Real Estate Efisien?
l Pasar yang efisien dapat didefinisikan sebagai pasar dimana harga benar-benar merupakan cerminan dari informasi relevan yang tersedia.
l Pasar yang efisien biasanya memiliki pembeli dan penjual dalam jumlah banyak yang membentuk pasar yang kompetitif.
l Pembeli dan penjual mendapatkan informasi yang benar mengenai dinamika pasar.
l Pasar real estate bukanlah pasar yang efisien
l Ketaksempurnaan seperti ketiadaan standarisasi produk, dan waktu yang diperlukan untuk memproduksi pasokan baru membuat sangat sulit untuk memprediksi karakteristik pasar real estate secara akurat.

Lokasi Membuat Pasar Menjadi Sangat Menarik
l Kondisi pasar kompetitif meliputi:
Homogenitas produk
Pasar bebas – sedikit kontrol dari pihak luar
Peserta pasar tidak buta informasi
Jumlah besar pembeli dan penjual yang secara individu tidak dapat mempengaruhi harga pasar
Produknya dapat dipecah dan dapat dipindahkan


Perilaku Harga Pasar Real Estate
l Ketidaksempurnaan pasar dapat menyebabkan harga transaksi cenderung menyimpang dari harga dasar pasar. Ketaksempurnaan meliputi:
Akses pengetahuan yang tidak memadai
Biaya transaksi tinggi
Sedikitnya pembeli atau penjual
Permintaan jangka pendek / ketakseimbangan pasokan berkaitan dengan lokai, peraturan, atau hambatan politik.

Teori Lokasi
l Teori Lokasi Klasik
§ Perbedaan harga sewa merupakan akibat dari sulit tidaknya akses dari lahan ke pasar dan pengguna
l Teori Lokasi Neo Klasik
§ Memahami lahan sebagai sebuah faktor produksi, bersama dengan tenaga kerja, modal dan kewirausahaan
l Kurva Penawaran Sewa
l Faktor Penetapan Lokasi oleh Rumah Tangga:
§ Pengguna biasanya menghindari lokasi dengan biaya transportasi yang tinggi, dan cenderung untuk memilih lokasi yang dekat dengan pusat perekonomian
§ Harga lahan sesuai dengan jarak dari pusat aktivitas ekonomi di perkotaan, dan pembeli rela mendapatkan lahan yang lebih sempit demi lokasi yang lebih dekat.

l Faktor Penetapan Lokasi oleh Perusahaan:
§ Ongkos transportasi
l Kedekatan dengan pelanggan
l Kedekatan dengan pemasok
l Kedekatan dengan angkatan kerja
§ Permintaan lahan
§ Jenis barang atau jasa
l Permintaan akan barang dengan kepadatan tinggi / rendah
l Produksi barang penambah/pengurang berat badan

Jenis Pasar Tempat Tinggal
l Tempat tinggal
l Komersial
l Industrial
l Pertanian
l Tujuan khusus


Penawaran dan Permintaan
Mengapa sangat penting?

Faktor yang Mempengaruhi Permintaan
Ø Harga Komoditas
Ø Pendapatan Konsumen
Ø Harga Komoditas Pesaing
Ø Harapan Konsumen
Ø Selera dan Kesukaan

Jenis Permintaan
Permintaan fisik
Permintaan ekonomis

Mengukur Permintaan
Penjualan properti menurut kategori
Sambungan listrik
Survei komersial
Indeks harga

Variasi Permintaan
Siklus tingkah laku pasar
Gejala Boom and Bust
Harga jangka pendek
Harga jangka panjang

Urutan Siklus
Titik keseimbangan
Perkembangan permintaan di beberapa sektor
Peningkatan kepercayaan konsumen
Kenaikan harga/keuntungan
Pengembang merespon permintaan
Investor baru berbondong masuk
Friksi mulai muncul dan keuangan mulai mengetat
Permintaan merosot tapi penawaran tetap meningkat
Beberapa proyek gagal – dan ini menular
Kehilangan kepercayaan – semakin muram dan kemudian petaka terjadi!
Secara perlahan kepercayaan kembali muncul

Faktor Penawaran dan Permintaan untuk Perumahan
l Faktor permintaan untuk perumahan :
l Pembentukan keluarga baru, komposisi umur dari keluarga baru, pendapatan rumah tangga, dan kondisi pembiayaan kredit.
l Faktor penawaran untuk perumahan :
l Harga faktor produksi, faktor produktivitas, jumlah pengembang di pasar, dan kondisi kredit.


Faktor Permintaan dan Penawaran untuk Pasar Retail
l Faktor permintaan untuk pasar retail :
l Jumlah konsumen, pendapatan konsumen, selera dan kesukaan konsumen, harga produk pengganti dan kondisi kredit.
l Faktor penawaran untuk pasar retail :
l Harga dan produktivitas faktor produksi, jumlah pengembang, harapan pengambang, dan kondisi kredit.

Faktor Permintaan dan Penawaran untuk Perkantoran
l Faktor permintaan untuk perkantoran:
l Jumlah firma lokal, jenis usaha firma lokal, perkembangan firma lokal dan luas lahan perkantoran per karyawan.
l Faktor penawaran untuk perkantoran :
l Sama dengan faktor penawaran pasar retail.

Analisa Pasar
l Identifikasi dan studi tentang pasar untuk sektor barang dan jasa tertentu.
l Membentuk dasar untuk menentukan HBU dari sebuah properti.
l Nilai pasar dari sebuah properti umumnya merupakan fungsi dari posisinya dalam persaingan di pasar.
l Analisa pasar menyediakan penaksir dengan informasi tentang biaya pengelolaan gedung dan kondisi pasar untuk digunakan dalam metode pendekatan biaya.
l Analisa pasar menolong mengidentifikasi properti pesaing dan derajat (posisi) mereka dalam perbandingan jiika digunakan metode pendekatan perbandingan penjualan.
l Analisa pasar menyediakan informasi yang digunakan untuk mengantisipasi tingkat bunga sewa guna maupun nilai sewa dari properti, aliran pendapatan di masa depan, dan tingkat diskon yang sesuai untuk ditetapkan dalam pendekatan pendapatan.

Labels:

Persaingan Mal di Yogyakarta



Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mempunyai 5 daerah tingkat II dengan 1 kota yaitu Yogyakarta dan 4 kabupaten yaitu Sleman, Bantul, Gunung Kidul, dan Kulon Progo. Masing-masing daerah memiliki keunikan dan potensi tersendiri seperti kota Yogyakarta yang merupakan kota pelajar, budaya, dan pariwisata sedangkan Kabupaten Sleman dengan kondisi tanahnya yang sangat subur sehingga menjadikan Sleman sebagai lumbung padi propinsi DIY. Dengan demikian sektor ekonomi masing-masing daerah ditunjang oleh perekonomian daerah lainnya.
Untuk melayani kebutuhan masyarakat yang telah mulai berubah pada saat ini telah beroperasi banyak pusat perbelanjaan di Yogyakarta. Pusat Perbelanjaan yang pertama kali adalah Matahari Malioboro berdiri pada tahun 1988 yang mempunyai luas bangunan sekitar + 4.722 m². Kemudian disusul dengan berdirinya Gardena Department Store pada tahun 1990 dengan luas bangunan + 4.676 m². Pasokan selanjutnya berasal dari Ramai Mall tahun 1991 dengan luas bangunan + 4.200 m². Pada tahun 1992 beroperasi Malioboro Mall dengan luas + 7.325 m², pada tahun 1992 juga beroperasi Rimo (Stock Well) dengan luas + 3.250 m². Ramayana dan Galleria Mall mulai beroperasi tahun 1993 dengan luas + 6500 m² dan + 5350 m². Beringharjo Centre berdiri tahun 1995 dengan luas + 10.156 m². Dan pada tahun 2002 beroperasi Hero dengan luas ruangan + 2.100 m² menjadikan pasokan kumulatif sebesar + 48.279 m². Pada tahun 2004, berdiri Jogjatronik mall yang terletak di jalan Brigjend. Katamso. Pada tahun 2006 di bangun Ambarukmo Plaza dan saphir square yang berlokasi di Jalan Solo Yogyakarta sehingga akan menambah pasokan ritel di DIY.
Trend pusat perbelanjaan yang dikembangkan saat ini didominasi oleh mall dibandingkan dengan trade centre. Pusat perbelanjaan tipe ini umumnya dipasarkan secara sewa jangka menengah (2- 5 tahun) maupun panjang (10 – 25 tahun). Umumnya ukuran luas lantai mall yang dipasarkan umumnya berukuran 20 m² – 100 m² akan tetapi untuk menarik tenant dibutuhkan anchor tenant yang menyewa lebih dari 1.000 m². Pusat perbelanjaan yang telah berdiri sebelumnya yaitu Malioboro mall dan Galleria mall menyewakan space-nya dalam kisaran Rp. 200.000,- – Rp. 300.000,-/m²/bulan. Sedangkan Ambarrukmo Plaza yang berlokasi di jalan Solo telah dibuka dengan konsep sewa memasang tarif yang cenderung lebih rendah dengan rata-rata harga sewa Rp. 90.000,- sampai dengan Rp. 275.000,-/m²/bulan. Dengan melihat kondisi mall yang telah berdiri sebelumnya dalam kondisi waiting list untuk tenan baru, maka Ambarrukmo Plaza optimist mampu meraih pangsa pasar yang besar di Yogyakarta karena terletak di lokasi yang strategis yang merupakan jalur utama dari Yogyakarta menuju Solo serta terletak di area bisnis dan belanja jalan Solo.
Sejak pre-opening 5 maret 2006, untuk memfasilitasi anchor tennant Carrefour, sampai dengan sekarang, Ambarrukmo plaza telah mencapai tingkat hunian lebih dari 89%. Tingkat hunian Ambarrukmo Plaza saat sekarang sudah mencapai 93%. Optimis bahwa dengan kondisi pasar property di yogyakarta serta pertimbangan potensi kompetitor yang ada, Ambarrukmo Plaza masih dapat mencapai tingkat hunian diatas 90% pada beberapa tahun mendatang.

Labels:

Pemerintah revisi target pertumbuhan ekonomi


Filed under: Economics, Macro Economics, Republik Indonesia — Prasetyo Djoko Sasongko @ 7:18 am Tags: Menko Ekuin
February 23, 2009

Pemerintah pada hari Kamis lalu telah merevisi target pertumbuhan nasional untuk tahun ini. Kepala Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan, Anggito Abimanyu yang dikutip oleh The Jakarta Globe mengatakan, Depkeu memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan mengalami perlambatan dari 4,7% menjadi 4,2%. Sebelumnya, DPR mensahkan pertumbuhan ekonomi tahun ini yang telah ditetapkan d APBN sebesar 6%.
“Krisis global telah berkembang dengan sangat cepat dan memaksa tiap-tiap negara untuk merespon situasi tersebut,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di depan Komisi Anggaran DPR. “Perubahan indikator perekonomian seperti target pertumbuhan yang lebih rendah, nilai tukar Rupiah dan harga minyak mentah akan mempengaruhi anggaran tahun ini,” kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengatakan, untuk mengantisipasi dampak dari krisis, maka pemerintah harus mengambil langkah-langkah, termasuk penyesuaian anggaran negara dan penambahan stimulus fiskal. Dalam revisi anggaran tersebut, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar menjadi Rp11.000, naik dari asumsi awal yang dipatok sebesar Rp9.400 dan harga minyak mentah diturunkan menjadi $45 per barrel, dari proyeksi awal $80.
Penerimaan negara diturunkan dari asumsi awal Rp985.7 triliun ($83,78 milyar) menjadi Rp853 triliun. Penurunan sebesar Rp132 triliun disebabkan karena turunnya penerimaan dari pajak minyak dan gas. Penerimaan dari sektor pajak diperkirakan akan turun sebesar 8,11% menjadi Rp666,9 triliun dan penerimaan sektor migas akan turun menjadi Rp92 triliun dari Rp162,1 triliun sebagai akibat turunnya harga minyak mentah di pasaran.
Defisit anggaran juga diperkirakan akan naik dari Rp78 triliun menjadi Rp129,5 triliun, setara dengan 2,5% dari Penerimaan Domestik Bruto (PDB). Sebelumnya, defisit anggaran diperkirakan 1% PDB atau setara dengan Rp51,3 triliun. Naiknya nilai stimulus yang akan diberikan oleh pemerintah, yaitu sebesar Rp71,3 triliun akan meningkatkan defisit anggaran.
Pasal khusus dalam UU Anggaran 2009 mengijinkan pemerintah untuk melakukan penyesuaian untuk keadaan darurat tanpa harus melalui rapat pleno yang biasanya memakan waktu selama mingguan hingga bulanan. Pemerintah mengajukan pasal khusus tersebut sebagai upaya untuk menjaga perekonomian secara keseluruhan.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Paskah Suzetta mengatakan, sesuai dengan UU APBN, DPR memiliki waktu sampai dengan hari Selasa untuk mengambil keputusan mengenai perubahan anggaran tersebut. Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia, Boediono pada hari Kamis lalu mengatakan, perekonomian Indonesia tahun ini diperkirakan akan tumbuh sebesar 4-5% sebagai pengaruh dari turunnya permintaan atas komoditas ekspor. Boediono memperkirakan, nilai tukar Rupiah juga akan menguat ke level 11.000 terhadap Dolar Amerika pada akhir tahun ini.
BI dalam laporannya pada hari Senin lalu mengatakan, menurunnya permintaan dalam negeri akan membantu inflasi tahun turun sampai dengan pertengahan tahun 2010.Tingkat inflasi tahunan pada bulan Januari lalu menurun menjadi 9,17% dari 11,06% pada bulan Desember, atau yang terendah sejak bulan April tahun lalu saat inflasi mencapai 8,96%. Bank Indonesia memperkirakan, inflasi tahunan akan menurun ke kisaran 5%-7%.
Source: www.ekon.go.id

Labels:

Penilaian Aset yang Diambil Alih (AYDA)

Oleh : Hamid Yusuf
MEMANASNYA isu Bank Lippo dalam konteks laporan keuangan ganda akhir-akhir ini telah mengambil perhatian yang cukup luas di masyarakat. Isu tersebut dipicu terbitnya laporan keuangan Bank Lippo per tanggal 30 September 2002 yang telah dipublikasikan dalam dua laporan yang berbeda.
SALAH satu perbedaan yang prinsip dari kedua laporan keuangan tersebut adalah terjadinya penuruan nilai aset yang diambil alih (AYDA). Pada laporan yang dipublikasikan 28 November 2002, nilai AYDA sebesar Rp 2,393 trilyun. Sementara pada laporan yang disampaikan ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada tanggal 27 Desember 2002 nilai AYDA Bank Lippo terjadi penurunan menjadi Rp 1,420 trilyun. Perubahan ini memberikan konsekuensi terhadap tingkat kesehatan bank yang diukur dari rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR), yang sebelumnya 24,72 persen menurun menjadi 4,23 persen. Nilai AYDA yang tercantum di Laporan Keuangan itu merupakan fokus dalam masalah ini dan merupakan hasil suatu penilaian aset oleh lembaga penilai.
AYDA pada umumnya adalah aset jaminan menurut UU Perbankan No 10 Tahun 1998, aset tersebut dapat diperoleh dari membeli sebagian atau seluruh agunan, baik melalui pelelangan maupun di luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan apabila debitor tidak memenuhi kewajibannya kepada bank. Aset yang diambil alih ini wajib dicairkan secepatnya atau dalam jangka waktu satu tahun.
Fenomena "Nilai" dalam konteks AYDA di atas, memberikan kontribusi yang relevan terhadap pembentukan total aktiva (asset) dan CAR. Sehingga, bila dalam jangka waktu tertentu dilakukan beberapa kali penilaian dan pelaksanaan penilaiannya juga tidak dipahami dalam persepsi yang sama, maka indikasi nilai yang muncul dapat saling berbeda atau setidaknya terjadi hasil penilaian yang jauh berbeda di antara penilaian awal sewaktu AYDA diambil dengan penilaian ulang pada waktu berikutnya.
Dalam hal ini, setidaknya terdapat beberapa pola pikir yang mendasari penilaian aset atau properti yang ditujukan untuk keperluan perbankan. Terutama dalam melihat posisi aset yang dinilai dapat berupa, (a) aset jaminan, (b) aset sitaan yang dibukukan sebagai aset yang diambil alih, atau (c) aset itu untuk dijual atau dilelang
Persepsi penilaian
Pelaksanaan pekerjaan penilaian yang dilakukan oleh seorang penilai tidak identik dengan pemahaman seolah-olah nilai yang dihasilkan memiliki besar dan tingkatan yang sama untuk semua keperluan. Pada penilaian AYDA pada suatu bank ada dua faktor yang melatarbelakangi munculnya nilai yang berbeda. Pertama, nilai pada posisi pengalihan awal. Nilai yang dicantumkan bisa didasarkan dari hasil suatu penilaian yang menggunakan basis penilaiannya ’Nilai Pasar’. Atau, bisa juga manajemen bank menggunakan angka berdasarkan nilai agunan yang dilakukan penilai internal bank pada waktu pengikatan. Kedua, nilai pada posisi hendak dijual, pihak bank biasanya melakukan penilaian ulang dan penilaian ini lebih terkait pada tujuan untuk menentukan harga dasar jual/lelang.
Idealnya, seorang penilai harus memahami kepentingan suatu penilaian sebagai sesuatu yang memiliki dampak terhadap kepentingan masyarakat. Sebaliknya, pemberi tugas atau pemakai jasa penilaian juga harus memahami hal tersebut dan lebih jauh harus mengetahui secara yakin kepentingan diterbitkannya suatu nilai. Karena itu, dalam lingkup pelaksanaan tugas penilaian (scope of work), hal yang paling mendasar untuk diketahui pada tahap awal adalah; maksud dan tujuan penilaian. Dengan mengetahui jenis dan kategori aset yang menjadi objek penilaian, maka dapat ditentukan basis/dasar nilai (jenis nilai) yang hendak diterbitkan.
Secara garis besar, penilaian mengarah kepada dua tujuan utama, meliputi; penilaian untuk laporan keuangan (financial reporting) dan penilaian untuk ditujukan kepada jaminan pelunasan utang (lending purposes). Kedua peruntukan penilaian ini telah mengacu kepada Standar Penilaian Indonesia (SPI), yang merupakan standar yang diadopsi dari IVS (International Valuation Standards). Perbedaan yang cukup prinsip dari kedua peruntukan tersebut adalah pemahaman kedudukan aset sebagai bagian dari aset perusahaan di satu sisi dan aset sebagai jaminan di sisi lain.
Aset sebagai jaminan dalam suatu penilaian, diharapkan dapat memberikan pertimbangan atau laporan kepada lembaga pemberi pinjaman (kreditor) yang menyediakan dana pinjaman dalam rangka menjamin keamanan dana pinjaman. SPI menetapkan basis nilai yang digunakan adalah nilai pasar (market value). Penilaian yang diperuntukan untuk laporan keuangan, aset dapat dilihat dari kedudukannya di laporan keuangan. Kedudukan aset dapat dilihat sebagai aset operasional perusahaan dan aset nonoperasional yang tidak terkait pada kegiatan usaha perusahaan. Basis nilai yang diisyaratkan oleh SPI dapat menghasilkan nilai pasar (market value). Dapat juga menghasilkan nilai selain nilai pasar (non market value).
Basis nilai yang termasuk dalam kategori selain nilai pasar, antara lain nilai jual paksa (forced sale value/liquidation value), Nilai Realisasi Bersih (Net Realiseble Value), Nilai pasar untuk penggunaan yang ada (market value for the existing use), dan beberapa lainnya.
Dengan pemahaman di atas, aset jaminan yang diambil alih (AYDA) pada suatu bank dapat dikategorikan pada aset nonoperasional (aktiva lain-lain) yang tidak terkait kepada usaha inti bank bersangkutan (core business), di mana indikasi itu terlihat dari posisi pencatatan yang ada di neraca. Hal ini berbeda bila proses penjaminan masih aktif dan berlangsung di antara debitor dan kreditor, sehingga nilai yang dihasilkan dari suatu proses penilaian dapat diartikan untuk keperluan jaminan.
Pada kepentingan lebih luas, jaminan yang harus dicairkan karena hukum, dapat diteruskan untuk dijual secara langsung maupun secara lelang. Untuk keperluan penjualan aset (asset disposal), pada umumnya pasar lebih sering menggunakan basis nilainya dengan Nilai Jual Paksa (nilai likuidasi), karena perilaku penjualan atas aset di batasi waktu tertentu dan terkadang pembeli maupun penjual berdiri pada kedudukan yang terpaksa.
Penilaian AYDA
Apakah perlu dan penting untuk mengetahui peruntukan penilaian (tujuan penilaian) dalam hubungannya dengan AYDA? Bagi seorang penilai, hal ini sangat perlu dan berarti.
Salah satu "kasus" yang menarik untuk dijadikan pelajaran dalam konteks AYDA yang terakhir ini adalah AYDA Bank Lippo. Persepsi yang beraneka ragam dari masyarakat, pemerhati, maupun dari yang berkepentingan terhadap permasalahan Bank Lippo, secara langsung-terlepas dari laporan keuangan ganda yang diterbitkan telah menyimpulkan bahwa nilai AYDA dari beberapa kali hasil penilaian yang dikeluarkan dapat ditafsirkan keliru. Naik turunnya nilai suatu aset seharusnya dapat dipahami sebagai hal yang wajar bila parameter penilaian (lingkup penugasan penilaian) yang dilakukan berbeda-beda.
Sebaliknya, pada parameter yang sama, seharusnya perubahan nilai, sesuatu yang tidak signifikan bila kondisi pasar mendekati stabil kalau bukan pada posisi yang cukup stabil. Artinya, penilaian yang dilakukan secara berulang pada basis nilai dan jumlah aset yang sama, sepatutnya besaran nilai yang dihasilkan lebih kurang sama.
Pada umumnya aset jaminan yang diikat oleh bank melalui pengikatan Hak Pertanggungan pada properti, seperti tanah dan bangunan mengacu kepada penilaian yang diperuntukan untuk keperluan jaminan. Sementara pada aset yang diambil alih, seperti yang disebutkan di atas dinilai dengan mengacu kepada penilaian untuk peruntukan laporan keuangan.
Oleh karena itu, pada uraian sebelumnya disebutkan posisi AYDA tercatat di neraca sebagai aktiva lain-lain yang berarti aset nonoperasional, maka bila tujuan penilaian untuk kepentingan laporan keuangan seharusnya permasalahan ini dipahami betul oleh pihak perbankan selaku pemberi tugas.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 31 mengisyaratkan, bahwasanya agunan kredit yang diambil alih diakui sebesar nilai bersih yang dapat direalisasi. Yaitu, nilai wajar agunan setelah dikurangi estimasi biaya pelepasan. Dalam pemahaman penilaian sesuai dengan Standar Penilaian Indonesia (SPI). Apa yang dimaksud PSAK tersebut, bahwasanya basis atau dasar nilai yang dapat digunakan sama adalah Nilai Realisasi Bersih/NRB (Net Realisable Value). Dengan demikian, nilai AYDA dalam awal pencatatannya seharusnya telah menggunakan NRB sebagai dasar penilaian.
Dari pemahaman di atas, bila ada suatu informasi yang tidak terungkap dalam lingkup penugasan penilaian, pada gilirannya menghasilkan sesuatu yang keliru. Apalagi bila mengacu ke SPI untuk tujuan laporan keuangan, yang telah memberikan peluang dapat menggunakan basis penilaian dengan Nilai Pasar atau nilai selain Nilai Pasar, seperti Nilai Realisasi Bersir (NRB).
Nilai Realisasi Bersih dapat diartikan perkiraan harga jual suatu aset dalam suatu usaha yang berjalan sebagaimana biasa, dikurangi biaya penjualan dan biaya penyelesaian. Sedangkan nilai pasar, biasanya merupakan jumlah kotor, atau lebih tepat, nilai nominal (face value) sebelum dikurangi biaya penjualan.
Terlepas dari nilai yang dihasilkan, penilaian atas AYDA untuk tujuan dijual dan secara bersamaan nilainya dimasukkan ke neraca, dalam hubungannya dengan praktik penilaian menjadi hal yang baru, dan memungkinkan ada pihak yang keliru memahami dan melihat persoalan ini secara proporsional. Tetapi, konsistensi penggunaan dasar nilai yang tepat dari dua kepentingan tersebut bila menggunakan NRB sebagai acuan, menurut penulis sebagai sesuatu yang dapat dibenarkan. Cuma, untuk program penjualan aset yang dibatasi persyaratan tertentu, seharusnya NRB tersebut disesuaikan basis nilai yang lain seperti Nilai Realisasi Bersih Terbatas (NRBT).
Permasalahan AYDA seperti "yang terjadi pada laporan keuangan"kasus" Bank Lippo, seharusnya menjadi pelajaran profesional semua pihak berkepentingan.
Tanggung jawab profesional, penilai maupun pengguna jasa untuk saling terbuka dan sepakat terhadap lingkup penugasan yang hendak dilaksanakan, sehingga tidak menghasilkan kerugian bagi publik.

Hamid Yusuf Penilai Senior dan Pengurus Masyarakat Profesional Penilai Indonesia (MAPPI) Pusat

Sumber : www2.kompas.com/kompas-cetak/0303/14/finansial/180961.htm

Labels:

Penilaian Aset Negara Butuh Penilai Independen

Jum'at, 18 April 2008
TEMPO Interaktif, Jakarta:Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) menilai aset negara seharusnya dinilai oleh penilai independen. Ketua Umum MAPPI, Hamid Yusuf, mengatakan penilai independen itu mutlak diperlukan untuk memberikan gambaran yang lebih tepat dan benar. Tapi masalahnya hingga kini Indonesia belum memiliki payung hukum tentang jasa penilai. Regulasi tentang jasa penilai saat ini baru sebatas Keputusan Menteri Keuangan No 57 tahun 1996 tentang jasa penilaian. Karena itu rancangan undang-undang tentang penilaian yang masih dalam proses penyusunan dapat segera diselesaikan. Dengan adanya jasa penilai independen ini, penilaian aset negara dapat lebih dilakuakn secara transparan . “Sayang sekali kalau terus ada aset-aset negara yang hilang entah kenapa,” kata Hamid. Saat ini penilai pemerintah tersebar di beberapa instansi seperti direktorat jenderal pajak, direktorat jenderal kekayaan negara, dan instansi di bawah pemerintahan daerah. Penilai lainnya adalah Badan Pertanahan Nasional, Badan Pemeriksaan Keuangan, dan Komisi Pemberantas Korupsi. (http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2008/04/18/brk,20080418-121591,id.html)

Labels:

Penilaian asset terhambat

Aparat Pemerintah Sendiri Tidak Peduli dengan Pencatatan Aset Negara
08-11-07
(www.els.bappenas.go.id)

Jakarta, Kompas - Upaya penetapan nilai yang wajar atas aset negara terhambat minimnya acuan yang seharusnya bisa menggunakan aset sejenis sebagai pembanding. Proses penilaian aset menjadi lambat karena tim penilai harus mencari nilai yang wajar hingga ke notaris, yang belum tentu dijamin kebenarannya.

"Misalnya ada sebidang tanah yang akan dinilai ulang, namun kami tidak menemukan tanah lain di sekitar situ. Otomatis, kami tidak memiliki acuan dalam menetapkan nilai tanahnya. Akibatnya, kami harus menghitung secara hati-hati," ujar Direktur Penilaian Kekayaan Negara Departemen Keuangan Iwan Hindawan Dadi di Jakarta, Rabu (7/11), sesudah menghadiri pembukaan Rapat Kerja Nasional Ditjen Kekayaan Negara oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Menurut Iwan, pihaknya tengah merintis induk data yang memuat harga barang berbasis wilayah. Data ini digunakan sebagai acuan bagi siapa pun untuk menetapkan nilai pasar atau nilai terwajar untuk sebuah barang.

"Setiap daerah bisa memiliki standar harga berlainan. Namun, dengan adanya data induk, kami memiliki acuan jelas," ujarnya. Dirjen Kekayaan Negara Hadiyanto mengatakan, kendala lain yang dihadapi ialah rendahnya kepedulian
aparat pemerintah dalam mencatat kekayaan negara di institusinya. Itu terbukti dari sekitar 22.000 satuan kerja (dulu pemimpin proyek) yang belum banyak melaksanakan sistem pencatatan barang milik negara secara tepat. "Kami masih perlu sosialisasi ke kementerian lebih luas," katanya.

Baru Delapan Lembaga

Hingga 6 November 2007, Ditjen Kekayaan Negara telah menilai ulang aset negara yang ada di delapan kementerian dan lembaga, yakni Depkeu, Perpustakaan Nasional, Arsip Nasional, Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan, Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, Mahkamah Konstitusi, dan Departemen Agama. Nilai awal aset delapan lembaga itu mencapai Rp 2,15 triliun. Setelah penilaian ulang menjadi Rp 14,46 triliun.

"Posisi sekarang, berdasarkan laporan inventarisasi kementerian dan lembaga nondepartemen per semester I-2007, nilai aset pemerintah mencapai Rp 370 triliun. Jika dilakukan penilaian dan terjadi peningkatan nilai empat kali lipat, maka nilai wajarnya menjadi Rp 1.400 triliun," kata Hadiyanto.

Menkeu Sri Mulyani mengultimatum Dirjen Kekayaan Negara untuk menyelesaikan penilaian aset negara
pada akhir 2008. "Ini janji Dirjen yang saya tagih. Jika tidak, laporan keuangan Ditjen Kekayaan Negara akan mendapat penilaian disclaimer lagi dari BPK," ujarnya. (OIN)







How to Become a Real Estate Appraiser 2


Tips

- Prepare to work for little or no money for a while. Having your trainee license only gives you the right to obtain your normal license, which may take a while.
- Have money to support yourself while you have your trainee license.
- Having a second job is a good idea. Many trainee appraisers (and sometimes even experienced appraisers) may have to take a second job to make ends meet in the lean times.
- Don't quit. Work everyday on getting your regular license. If your supervising appraiser doesn't give you any work, find another supervising appraiser.



Comp Checks

After you become a Real Estate Appraiser, you should try to not give into providing "comp checks". This may not make everyone happy, but there are reasons for this.

One reason should be the most obvious; Appraisers do not work for free and are not commission based.

The second reason is that Comp Checks are so heavily abused, that loan officers will call a list of Appraisers and get the highest comp check and order the Appraisal from that Appraiser even though the loan officer knows that the home is not worth the higher amount. To put it simply, this is considered to be mortgage fraud.

The third reason is that most loan officers will not order an appraisal unless they know that the Appraisal will hit the value they need in order to close the loan. Ordering a comp check is another way for them to see if it will hit the value needed. According to Appraisal standards, Appraisers are restricted from performing valuation services with an agreement for a predetermined outcome. I.e..needed value. In most cases a Appraiser knows that if the comp check comes within the value range that is needed for the loan officer to close the loan, then an appraisal will be ordered. This adds pressure to the process from the very beggining, which is bad. Appraisers are supposed to be un-biased, that is after all our job. If the comp check is not within a range, typically a loan officer will not order the appraisal. So what were to happen if a Appraiser eccepted an order if the comp check came within range? Well, most comp checks come with the assumption (on the part of the loan officer) that it will make value no matter what. This assumption is usually placed on the order form and by accepting an assignment as such is breaking Appraisal standards and our Appraisers will not do so under any circumstance.

The fourth reason is that giving any type of value, even a range of values is considered an Appraisal. This means that the comp check would have to meet all the appraisal standards required. Meeting those standards required a considerable amount of extra work that is not typically excercised by the typical Appraiser that performs comp checks. (source : http://www.wikihow.com/Become-a-Real-Estate-Appraiser)

Labels:

Penilaian barang milik Negara



Patut diketahui, terhitung 18 Januari 2008 Menteri Keuangan mengeluarkan peraturan baru, yaitu Peraturan Menkeu Nomor 02/PMK.06/2008 mengenai Penilaian Barang Milik Negara. Peraturan ini dimaksudkan untuk memberi kepastian menyangkut nilai Barang Milik Negara (BMN).

Yang dimaksud Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Penilaian ini dilakukan untuk mengetahui nilai wajar dari Barang Milik Negara tersebut.

Apabila dilihat kategorinya, Barang Milik Negara terdiri dari barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis. Selain itu juga berupa barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan perjanjian/kontrak, barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang, atau barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap.

Pelaksanaan penilaian terhadap Barang Milik Negara dilakukan oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara. Tujuan penilaian ini adalah dalam rangka penyusunan neraca pemerintah pusat, pemanfaatan dan atau pemindahtanganan Barang Milik Negara.

Pemanfaatan adalah pendayagunaan Barang Milik Negara yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi kementrian/lembaga dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan dan bangun serah guna/bangun guna serah dengan tidak mengubah status kepemilikan. Sedangkan, yang dimaksud dengan pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Negara sebagai tindak lanjut dari penghapusan dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan atau disertakan sebagai modal pemerintah.

Permohonan penilaian bisa diajukan oleh pengelola barang untuk Barang Milik Negara berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemanfaatan atau pemindahtanganan. Permohonan penilaian juga bisa diajukan oleh pengguna barang untuk Barang Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemanfaatan atau pemindahtanganan. Pengelola barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan Barang Milik Negara. Sedangkan yang dimaksud dengan pengguna barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan Barang Milik Negara.

Dalam peraturan tersebut penilai terbagi dua, yaitu Penilai Internal dan Penilai Eksternal. Penilai Internal adalah Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jebderal, lalu Penilai Eksternal boleh digunakan sebagai penilai Barang Milik Negara apabila diperintahkan oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku, tidak cukup tersedia penilai internal, atau terdapat anggaran untuk menggunakan jasa penilai eksternal.

Penilai diwajibkan bertindak secara independen dalam melakukan penilaian. Penilai tidak boleh bertindak sebagai Pejabat Penjual, Pejabat Lelang atau pembeli atas objek penilaian yang dinilainya, melaksanakan penilaian tanpa penugasan dari pejabat yang berwenang, memiliki kepentingan atas objek penilaian yang dinilainya, terpengaruh oleh pihak-pihak manapun dalam memberikan opini nilai, dan/atau memberitahukan sebagian atau seluruh hasil penilaian kepada pihak manapun kecuali atas izin pemberi tugas.

Dalam proses penilaiannya, penilai terhadap Barang Milik Negara meliputi mengidentifikasi permohonan penilaian, menentukan tujuan penilaian, mengumpulkan data awal, melakukan survei lapangan menganalisa data, menentukan pendekatan penilaian, menyimpulkan nilai dan menyusun laporan penilaian. Ketentuan mengenai standar penilaian dilakukan dengan berpedoman pada prinsip-prinsip yang berlaku umum. Pendekatan penilaian yang digunakan adalah dengan pendekatan perbandingan data pasar, pendekatan kalkulasi biaya, dan/atau pendekatan kapitalisasi pendapatan.

Pendekatan Perbandingan Data Pasar dilakukan untuk menentukan nilai dari objek penilaian dengan cara mempertimbangkan data penjualan dan/atau data penawaran dari objek pembanding sejenis atau pengganti dan data pasar yang terkait melalui proses perbandingan. Pendekatan Kalkulasi Biaya dilakukan dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk membuat atau memperoleh objek penilaian atau penggantinya pada waktu penilaian dilakukan kemudian dikurangi dengan penyusutan, keusangan fungsional, dan/atau keusangan ekonomis. Dan yang terakhir dengan Pendekatan Kapitalisasi Pendapatan yaitu mempertimbangkan pendapatan dan biaya yang berhubungan dengan objek penilaian dan mengestimasi nilai melalui proses kapitalisasi.

Hasil dari penilaian adalah Laporan Penilaian yang berisi uraian objek penilaian, tujuan penilaian, tanggal survei lapangan, tanggal penilaian, hasil analisa data, pendekatan penilaian, dan kesimpulan nilai. Laporan penilaian berlaku paling lama 6 bulan sejak tanggal penilaiannya. Kecuali, penilaian dalam rangka penyusunan neraca pemerintah pusat, laporan penilaiannya berlaku sampai dilakukan penilaian ulang. (Kutipan asli dari MAPPI/Jurnal Penilai Edisi Oktober 2008)







How to Become a Real Estate Appraiser

First, check with your state's licensing board to see how you can obtain a 'trainee' license (see below for a link to your state's licensing board.) Find out the list of classes you must take to get to this first step. Then find where local or on-line schools are that give classes for your trainee license. It is possible to begin getting appraisal experience before getting a license in some states; California is one of them.
Next, work towards obtaing your trainee license. This is usually done by taking classes and passing a test, and/or having some experience in appraisal work. (Each state has their own criteria in obtaining this license - check with them).
After getting your trainee license, find an appraiser who can be your mentor. You'll need a 'supervising' appraiser to teach you the tricks of the trade and to help you with your experience hours that you'll need to complete. You may need two or more 'supervising' appraisers to help you on your journey. Work with a supervising appraiser who lives near you, as you'll have to spend time with this person in actual 'hands on' experience. Finding a supervising appraiser to help you will be the toughest part of the job, but it will be worth it. You'll need a supervisor though to sign all of your work as a trainee. You can also find a supervising appraiser before getting your trainee license, like a friend or relative who is already a working appraiser.
Get a trainee job at a real estate appraiser's office. This is one of the best ways to see if you really like appraising and to find out what appraising is all about.
Get a trainee position at a bank. Banks and savings and loans of all sizes hire trainee appraisers who have obtained their trainee licenses right off the street. Its a great way to get paid and a get education at the same time.
Network. Do what you can to work with or for other older and experienced appraisers in your area. Give them an incentive to hire you.
Find a loan broker you can work with to obtain work. Since most of our work is for a bank loan, find the people giving the loans and talk to them. A good relationship with a loan broker will go a long way.
As a trainee, your pay will be minimal until you obtain your normal license. It may take many months, but hang in there !
Get your real estate sales license even if you do not intend to work in sales. Your sales license may be needed to obtain MLS data for your appraisers, and it can't hurt. (Source :http://www.wikihow.com/Become-a-Real-Estate-Appraiser)

Labels:

Lahan Pertanian - pak firdaus

mas...firdaus nih yang lag bantuin BPN Pusat (Jkt)...aku lg disuruh untuk mencari model menghitung tanah pertanian. fokus dari metode ini adalah untuk tanah pertanian lahan basah (sawah) dan bukan lahan kering (biasanya perkebunan : sawit, karet, teh dll ini biasa kita hitung pakai DCF). Lalu sy jelaskan bahwa bila tanah basah (sawah) produknya antara lain padi maka nilainya tergantung dari berapa kali panen dalam satu tahun. lahan Padi yang 3 x panen biasanya nilainya lebih tinggi dari padi yang 2 kali panen.Disini pihak BPN berkesimpulan sementara bahwa dinilainya melalui income approach. saya jelaskan bahwa sepanjang ada data pasar yang tersedia maka pendekatan data pasar tersebut dapat dipakai. lalu saya coba simulasikan pendekatan pendapatan melalui metode direct capt. ini bisa dipakai ya?...tidak melanggar SPI 2007?...Karena saya pernah diskusi dengan mantan bos saya gak apa2 dipake namun hati2 dalam penentuan tingkat kapitalisasinya serta data2 penunjangnya apakah sesuai data pasar. Saya coba masukkan ilustrasi penilainnya sbb :

1.Pendapatan kotor potensial (3 kali panen) dengan luas tanah 1 ha
Pendapatan 1 x panen Faktor (cuaca) Pendapatan per tahun
Rp.15.805.600 3 3 x Rp.15.805.600 = Rp.47.416.800
2.Faktor loss 10% X Rp.47.416.800 = Rp.4.741.680
(estimasi 10%)
3 Pendapatan kotor efektif (1) - (2) = Rp.47.416.800 - Rp.4.741.680 = Rp.42.675.120

4.Biaya-biaya Biaya 1 x panen
Rp.5.934.500 3 3 x Rp.5.934.500 = Rp.17.803.500


5.Pendapatan bersih (3) - (4) = Rp.42.675.120 - Rp17.803.500 = Rp.24.871.620


6.Tingkat kapitalisasi (tanah pertanian : sawah) 10%


7.Nilai tanah pertanian Rp.24.871.620 / 10% = Rp.248.716.200 / hektar atau

248.716.200 / 10.000 = Rp.24.872 / m2

catatan : data diolah dan sesuai pasar

kalo dilihat sih harga tanahnya berdasarkan pengalaman saya masih aman.

sekalian konfirmasi untuk tanah pertanian capt ratenya berapa?

ok mas tks...ditunggu bahasannya.....

(From: This sender is DomainKeys verified"firdaus daus"


=========================

Balasan

Pak firdaus apa kabar? lama saya baru balas. maaf pak, dari luar kota.

mengenai penilaian lahan pertanian/agri, di SPI 2007 disebutkan bahwa

"Tanah di lingkungan pemukiman harus sesuai untuk pengembangan diatsnya. Dalam Properti agri, tanah merupakan elemen pokok dalam menghasilkan produksi, memiliki keragaman kapasitas dalam mendukung sejumlah komoditi tertentu atau jenis komoditi". (SPI 2007, PPPI 7. 1.4.1).

Jadi pak firdaus harus hati-hati dalam penentuan kapasitas produksi. karena pertimbangan penting juga pada aspek fisik dan lingkungan. Seperti iklim, jenis tanah, kemampuan produksi dan ketersediaan air untuk irigasi.
Dengan berbagai pertimbangan tersebut, faktor produksi apakah stabil setiap tahun? kalo tidak stabil, metode kapitalisasi langsung mungkin tidak relevan lg.

"IAS 16 merekomendasikan evaluasi periodik, yang menyatakan bahwa setiap tiga sampai lima tahun mungkin sesuai. IAS 40 memerlukan penilaian kembali setiap tahun." (SPI2007 PPPI 7.4.4).

Mengenai tingkat kalitalisasi. 10 % koq terlalu kecil yach. resiko terlalu tinggi utk lahan pertanian. baiknya kisaran 16% - 17%. Coba bapak cari harga jual dan pendapatan untuk lahan pertanian di daerah setempat, sebagai data pasar. Nanti bapak akan temukan tingkat kapitalisasi yang sesuai pasar.

Semoga bermanfaat....






Valuation of Agriculture Land

Land used for agricultural purpose shall be valued using solely the income approach to value without any allowance for urban or market influences.

The income of the property shall be determined using the capitalized average annual net cash rental of the property.

- Is the average of the annual net cash rental, excluding real estate and sales taxes, determined through an analysis of typical arm's length rental agreements collected for a five year period before the year for which the valuation is being determined for comparable agricultural land used for agricultural purposes and located in the vicinity, if practicable, of the property being valued.

- Shall be capitalized at a rate 1.5 percentage points higher than the average long-term annual effective interest rate for all new farm credit services loans for the five year period before the year for which the valuation is being determined.


Glossary-Agricultural Property

Agricultural Land: Land which is one or more of the following:

- Cropland of at least 20 gross acres.

- Ten or more gross acres of permanent crop.

- Grazing land with a minimum carrying capacity of 40 animal units, and containing an economically feasible number of units.

- Land devoted to high density use in the production of commodities.

- Land devoted to use in the processing of cotton necessary for marketing.

- Land devoted to use in the processing of grapes for marketing.

Agricultural Home Site: an allowance for residence and associated residential structures on an agricultural property (usually one acre, unless actual occupancy dictates a larger acreage used strictly for residential purposes).

Agricultural Property: Property used for agronomy, horticulture or animal husbandry, producing an agricultural crop or commodity.

Animal Unit: A unit of measure to classify grazing land according to its carrying capacity, i.e. ability of a parcel of land to graze a certain number of animal units over a period to time (usually a year-but sometimes expressed on a monthly basis) without injurious effect upon the natural vegetative cover of the land. In the State of Arizona, the following equivalent measures have been classed as one animal unit:

- One mature beef animal of 1,000 pounds
- One and one-quarter horses
- Five head of sheep
- Five head of goats
- Five head of Ratites

Crop Value: The value of the vine, tree, or plant over and above the land value. The add on value as permanent crops reach maturity or the value of the harvest from the field crop.

Fallow Land: Land capable of being farmed but due to the lack or cost of water or participation in a crop rotation program is left idle. It is value the same as irrigated lands.

Farm property Qualification: The type of crop being raised on a farmstead relates directly to the qualification for farm property. Field crops (grain, alfalfa, sugar beets, lettuce, safflower, etc.) require twenty (20) acres or more. For permanent crops (citrus, nut, grape and fruit) ten (10) acres or more are normally required.

Headquarters Land: Land used for storage and farm/ranch improvements (barns, sheds, corrals, seasonal employees housing) and valued the same as crop or grazing land.

Irrigated Land: Land cleared, leveled and ditched for the application of water and growing of plants (includes the roads, ditches, well sites, ponds, turn and skip rows as well as the cropped acres).

Non-Qualifying Rural Property: Land used for residential pleasure, development, speculative or recreational purposes, classed and valued according to its primary use.

Qualifying Agricultural Property: Land must be in active production for seven out of the last ten years prior to application as agricultural land for qualification as agricultural property. Failure to farm the property due to severe drought conditions may extend the idle period on a year-to-year basis as initiated by the cognizant assessor, and as approved by the Department of Revenue.

Qualifying Ranch Property: Natural grazing land must have a minimum annual carrying capacity of forty (40) animal units per year to qualify as ranch property.

Undeveloped Land: Raw acreage that is not used as part of farming acreage and does not meet the criteria for classification as wasteland. Value is based upon comparable properties in the locale of similar size, quality and use potential.

Unit (Annual) Carrying Capacity: That which the land will naturally support. A measurement of the animal units allowed by the State of Arizona Land Department for negotiation of grazing leases of state land.

Waste Land: Land that can not be converted to an economically beneficial use and includes such land areas as river bottoms, sand hills, rock outcroppings, sand washes and soil salinity areas. Value is based on its contribution to the farming operation. In valuing ranch or grazing property, wasteland is not segregated and value separately.



The Income Approach

The income approach is used to value commercial or industrial properties, or properties which are bought and sold by investors primarily because of their income producing potential. This approach to value depends on reliable and detailed information on the income and the costs of doing business for a particular business or enterprise. This is referred to as the "income stream" of the property. The income approach defines value as "the present worth of future benefits of owning a property." These are composed of the annual income for an estimated number of years (called the economic life of the property) plus a capital amount representing land value or land value plus some remaining worth of the improvements. This approach emphasizes investment components rather than physical components of a property.

The steps in the income approach are:

- Estimate potential gross income (PGI)
- Deduct vacancy and collection losses
- Add miscellaneous income to derive effective gross income (EGI)
- Deduct operating expenses to derive net operating income (NOI)
- Select appropriate capitalization rate and method
- Develop an estimated value

Labels:

Teori Penilaian Properti

Artikel Penilaian Properti

Galeri Penilaian properti

Forum Penilaian properti

Data Pasar Mesin

Standar Penilaian Indonesia 2007

Penilaian Bisnis